Minggu, 29 November 2015

Alasan Melakukan Detoks

Secara tidak kita sadari sebetulnya kita setiap hari bersentuhan dengan toksin atau racun sejak di rumah, jalan, sampai tempat kerja. Bahkan tubuh kita pun secara alami menghasilkan zat-zat yang jika tidak dibuang akan menghasilkan racun. Tanpa kita sadari pula, racun-racun itu sangat mempengaruhi kesehatan kita. Mungkin saja sakit kepala atau migrain kronis yang kita derita disebabkan oleh toksin yang mengendap di dalam tubuh. Karena alasan inilah mekanisme detoksifikasi (pembuangan toksin), harus dalam keadaan aktif untuk mengimbangi kecepatan masuknya toksin-toksin ini ke dalam tubuh.

Setidaknya ada enam alasan kenapa kita harus mengaktifkan proses detoks ini:

1. Toksin bisa berasal dari apa saja

Racun bisa berasal dari apa saja yang kita makan, minum, atau hirup. Kita hampir tidak mungkin menghindari racun dari kehidupan sehari-hari.

Kita bisa kemasukan racun berupa residu pestisida di sayuran dan buah, residu hormon atau antibiotik di dalam daging ayam atau daging sapi, bahan pengawet, pewarna, pemanis buatan, lemak trans, toksin dari makanan atau minuman yang terkontaminasi kuman, obat-obatan yang kita minum saat sakit, dan sebagainya.

Dari lingkungan, kita bisa kemasukan racun berupa asap knalpot, asap rokok, insektisida dari produk anti nyamuk, udara yang tercemar di lingkungan kerja, dan sebagainya.

Makin banyak kita bersentuhan dengan dengan produk-pruk buatan pabrik, makin besar kemungkinan kita bersentuhan dengan toksin. Begitu pula, makin banyak kita mengonsumsi makanan, makin besar pula kemungkinan kita kemasukan toksin.


2. Toksin bisa tertimbun di dalam tubuh

Sebagian toksin itu mudah larut dalam air dan mudah dikeluarkan dari dalam tubuh lewat ginjal sebagai urine, atau lewat pori-pori kulit sebagai keringat. Sebagian toksin lainnya mudah dikeluarkan saat kita buang air besar (BAB). Adapula yang mudah dinetralkan di dalam hati. Akan tetapi sebagian lainnya lebih sulit dikeluarkan sehingga akan tertimbun dan terakumulasi di dalam tubuh. Makin gemuk badan kita, makin besar kemungkinan tubuh kita menadi tempat penimbunan toksin. Pasalnya, sebagian toksin mudah larut dalam lemak sehingga mudah pula masuk ke dalam sel-sel lemak yang berada di perut yang buncit, atau pinggang yang lebar.


3. Toksin mengganggu kesehatan

Efek buruk toksin bermacam-macam, tergantung jenisnya. Efeknya bisa seketika, bisa juga terjadi pelan-pelan dalam jangka panjang. Efek seketika misalnya berupa gejala sakit kepala, terutama jika toksin itu berasal dari udara yang kita hirup. Ini sama seperti efek asam urat yang seketika akan menyebabkan nyeri hebat jika kadarnya kelewat tinggi di dalam darah. Adapun Efek jangka panjang misalnya kerusakan ginjal hingga munculnya kanker.

Pestisida, pengawet tekstil, dan logam berat, misalnya, dalam jangka panjang bisa berakibat kanker. Efek ini terjadi secara pelan-pelan, butuh waktu bertahun-tahun. Sama seperti efek makanan tinggi garam yang dalam jangka pendek tidak akan menyebabkan apa-apa, tapi dalam jangka panjang bisa menyebabkan hipertensi, lalu jika sampai tahap komplikasi akan berakibat diabetes, kerusakan ginjal, dan seterusnya.


4. Detoks adalah proses natural

Untuk melawan toksin yang terus menerus masuk, tubuh kita secara alami punya mekanisme untuk membuang racun. Misalnya lewat keringat, buang air kecil, dan buang air besar, hingga yang ekstrem seperti muntah, batuk, dan diare. Ini semua adalah respon alami tubuh untuk membuang toksin secara paksa. Karena alasan itulah kita tidak boleh menahan keinginan buang air, juga tidak disarankan menghentikan muntah atau diare jika penyebabnya adalah makanan atau minuman. Jika kita menahannya, toksin justru akan terserap ke dalam tubuh.

Mengingat lingkungan hidup kita saat ini penuh dengan toksin, proses detoksifikasi yang alami ini harus kita pacu untuk mengimbangi banyaknya racun yang kita konsumsi. Proses pengeluaran urine, keringat, dan buang air besar harus dibuat seoptimal mungkin. Sebagian praktisi kesehatan alternatif bahkan sampai menyarankan pembersihan usus secara paksa meski metode ini dianggap kurang aman. Apa pun caranya, proses mengeluarkan toksin memang sama pentingnya dengan proses memperoleh vitamin dari makanan.


5. Detoks membuat tubuh kita sehat

Di kalangan praktisi kesehatan, metode detoks mungkin berbeda-beda. Tapi pada dasarnya tujuan utamanya sama, yaitu mengaktifkan proses pengeluaran sampah tubuh sekaligus mencegah masuknya segala sesuatu yang tidak diperlukan.

Yang dimaksud "sesuatu yang tidak diperlukan" itu bukan hanya zat yang nyata-nyata racun tetapi juga zat-zat yang menjadi beracun karena kadarnya terlalu banyak di dalam tubuh. Sebagai contoh, kolesterol, lemak, gula, dan asam urat pada awalnya bukanlah racun. Tapi senyawa-senyawa ini bisa menjadi toksin jika kadarnya kelewat tinggi. Dengan detoks tubuh akan dibersihkan dari kelebihan lemak, kolesterol, gula, asam urat, dan sejenisnya sehingga badan menjadi lebih sehat dan bugar.

Jika dilakukan secara teratur, detoks bisa menjadi cara ampuh membongkar timbunan lemak dan sampah-sampah tubuh lainnya. Itu sebabnya sebagian kalangan menggunakan detoks sebagai cara untuk menurunkan berat badan. Badan langsing memang merupakan salah satu manfaat detoks asalkan dilakukan secara teratur.


6. Detoks bisa dilakukan siapa saja

Inti dari detoks adalah membuang dan berpantang. Merangsang pengeluaran sekaligus meminimalkan pemasukan. Ada metode detoks yang beresiko, misalnya pembersihan usus secara paksa menggunakan bahan-bahan pencahar (penguras isi perut). tapi ada juga metode detoks yang lebih sederhana, lebih alami, dan lebih aman misalnya puasa dalam rentang waktu tertentu, berpantang makanan tertentu, diet jus, dan sejenisnya. Cara-cara sederhana itu bisa dilakukan siapa sajatanpa perlu dikhawatirkan efek buruknya. Hasilnya akan sama-sama efektif asalkan dilakukan secara rutin dan berkala, misalnya sebulan sekali.

Puasa untuk tujuan detoks pun tidak harus puasa seperti dalam ritual agama. Bisa saja caranya adalah puasa makan tapi masih boleh minum air putih. Puasa juga tidak harus dilakukan berhari-hari secara berturut-turut. Lama puasa bisa disesuaikan dengan kemampuan kita. Durasinya bisa ditingkatkan pelan-pelan untuk membuat tubuh lebih mudah beradaptasi. Dengan cara seperti ini, semua orang bisa melakukan detoks, kapan saja, tak harus menunggu celana sesak lebih dulu.


Dari majalah SEDAP edisi 4/XV/2014